15 Februari 2011

Kerajaan Kutai Martapura / Martadipura / Mulawarman

Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura)

atau sering disebut Kerajaan Kutai Hindu, bahkan Kutai saja sampai sekarang masih dianggap merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Mungkin juga tertua di Asia Tenggara. Wilayah Kerajaan Kutai Martadipura diperkirakan meliputi wilayah Kalimantan Timur sekarang
Bukti yang menunjukkan keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya tujuh buah prasasti yang dipahatkan pada tiang batu. Tiang batu itu disebut yupa, yakni tugu peringatan upacara kurban. Lokasi penemuan adalah di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tepatnya di pertemuan Sungai Mahakam, dengan salah satu anak sungainya, yakni Sungai Kedang Rantau. Di lokasi tersebut juga dipercaya sebagai wilayah kerajaan Kutai.


Nama Kutai sendiri diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti tersebut. Nama ini diberikan oleh para pakar karena tidak adanya prasasti yang menyebutkan nama Kerajaan Kutai. Ada dugaan nama Kutai disesuaikan dari berita Cina, ‘kho-thay’ atau ‘kerajaan besar’ dan dari India yang menyebutkan ‘quetaire’ atau ‘hutan belantara’. Namun para pakar lebih condong ke India, karena berbagai pengaruh India sudah tampak di berbagai hal, seperti huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.

Segi Ethimologis, tentang beberapa warna-warna dalam sejarah ini sangat berarti kita ketengahkan misalnya saja, bahwa nama Kalimantan dulunya Naladwiva, Jawa dulunya Yawadwiva dan Sumatra disebut Swarnadwiva dan Irianjaya disebut Papua menurut sebutan dalam Ramayana dan Mahabarata kepulauan Indonesia disebut Kepulauan Nusa Emas dan Perak, nama Sungai Mahakam disucikan seperti sungai di India, yakni disebut “M A H A K A M A” berasal dari sebutan orang Hindu serta mengandung arti Gairah Cinta Yang Agung, masih banyak sebutan-sebutan mengandung arti dan makna misalnya nama Kutai berasal dari sebutan Hindu yakni Qwitaire artinya Belantara dan Kho-Thay sebutan China artinya Bandar atau Kota Kerajaan Besar.

Semua prasasti yupa dikeluarkan atas titah seorang penguasa daerah itu bernama Mulawarman. Silsilah Mulawarman terdapat dalam salah satu prasasti tersebut, demikian bunyinya:

Sang Maharaja Kundunga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aswawarman namanya, yang seperti sang Ansuman (=dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarman, raja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Buat peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.

Yang menarik adalah dikatakannya bahwa pendiri keluarga kerajaan adalah Aswawarman, bukan Kudungga. Nama Kudungga memang bukan pengaruh India. Mungkin ini adalah nama Indonesia asli. Ada pendapat bahwa Kudungga adalah seorang pembesar dari kerajaan Campa (Kamboja). Dia datang ke Indonesia dan belum menganut agama Hindu. Nama-nama yang jelas pengaruh India adalah warman, berasal dari bahasa Sansekerta. Kata itu biasanya digunakan untuk akhiran nama-nama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan. Seberapa jauh hubungan-hubungan itu, sampai kini belum jelas benar karena data yang sampai kepada kita masih sedikit.
Prasasti-prasasti lain yang dikeluarkan oleh Mulawarman berbunyi sebagai berikut:

Dengarkanlah oleh kamu sekalian, brahmana yang terkemuka, dan sekalian orang baik lain-lainnya, tentang kebaikan budi Sang Mulawarman, raja besar yang sangat mulia. Kebaikan budi ini ialah berujud sedekah banyak sekali, seolah-olah sedekah kehidupan atau semata-mata pohon Kalpa (yang memberi segala keinginan), dengan sedekah tanah (yang dihadiahkan). Berhubung dengan semua kebaikan itulah maka tugu ini didirikan oleh para brahmana (buat peringatan).

Tugu ini ditulis buat (peringatan) dua (perkara) yang telah disedekahkan oleh Sang Raja Mulawarman, yakni segunung minyak (kental), dengan lampu serta malai bunga.


Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara. Buat (peringatan) akan kebaikan budi sang raja itu, tugu ini telah dibikin oleh para brahmana yang datang di tempat ini.


Kerajaan Kutai Martadipura/ Martapura telah berkuasa dari tahun 350 M dan Kerajaan ini berdaulat penuh atas hak negerinya. Kerajaan ini menganut system pemerintahan Naladuta dimana Raja dipertuan Agung adalah seorang Maharaja dan dua orang Wakil menjadi Maharaja Negeri dan Menjadi Maharaja Penghulu dan para pembesar lainya adalah para Raja wilayah disebut Naladuta disetiap negeri jajahannya.
Menyusuri sejarah Kerajaan Kutai Martapura sekaligus menyusuri sejarah kemashuran Maharaja Sri Mulawarman Naladewa memang tidak mudah. Akan tetapi dengan adanya beberapa hasil penelitian terdahulu, maka sejarah Kutai dapat diuraikan sedikit demi sedikit.Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Ketika itu rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.

Kerajaan Martadipura memiliki beberapa undang-undang yaitu

1. Kalpa Nalaberaja. Undang undang ini mengatur sistem pemerintahan Beraja didalam Istana Induk.
2. Kalpa Naladipura merupakan Undang-undang yang mengatur Adat Istiadat dan Budaya
3. Kalpanaladuta yang mengatur system pemerintahan Raja-Raja wilayah dan mengatur hukum hidup rakyat didalam wilayah taklukan.

Semua perundangan ini didasarkan atas syara agama Hindu. Diyakini bahwa, pendiri keluarga atau dinasti kerajaan ini adalah Aswawarman.

Bermula dari seorang bernama Punta Dewa turunan Prabu Yudistira dari Kerajaan Petaliputra (India Selatan), Mengirim anak-anaknya ke Negeri Campa serta ke Indonesia dan Ke Negeri Malaya (Malaysia) sekarang. Menikah dengan Bangsawan di sana serta menurunkan para Raja-Raja di Negeri Perak dan Negeri Gemilang Kaca serta menurunkan Raja-Raja di Malaya serta di Indonesia. Adapun keturunanya PUNTA DEWA bernama Maharaja Selendra Radjendra Warman yang merupakan Raja pertama di Campa (Kamboja) yang adalah saudara dari Maharaja Aswawarman gelar wangsakerta
Maharaja Aswawarman memperisteri Sri Gari gelar Mahadewi Sri Gari anak Maharaja Sri Kudungga Raja di Kerajaan Kutai Martapura (Muara Kaman) memerintah dari Tahun 350-375. Maharaja Sri Kudungga atau Cri Gadongga Raja di Kerajaan Kutai Martapura yang pertama yang memperisteri SRI GAMBOH gelar Mahadewi Gabok Putri Puan Serdang Raja Malaya (Malaysia), yang melahirkan anak semuanya perempuan antara lain :

1. Putri Karang Kelungsu.
2. Putri Ragel Mayang.
3. Putri Ragel Kemuning.
4. Putri Mayang Sari.
6. Putri Sri Gari gelar Mahadewi Sri Gari

Putri Sri Gari diperisteri Wangsakerta gelar Maharaja Sri Aswawarman yang menjadi Raja ke 2 di Kerajaan Kutai Martapura di Muara Kaman.Pernikahan Maharaja Sri Aswawarman dengan MAHADEWI SRI GARI melahirkan anak antara lain :

1. Wamsaragen gelar Maharaja Sri Mulawarman Nala Dewa menjadi RAJA ke 3 di Kutai Martapura Muara Kaman (Kalimantan).
2. Wamsejenjat gelar Maharaja Dijayawarman memperisteri Putri Raja Campa dan Menjadi Raja di Campa (Kamboja sekarang). Yang menurunkan Dapunta Hiyang Raja Sriwidjaya (Sumatra Tahun 584) dan menurunkan Darma Setu.
3. Wamseteku gelar Maharaja Gunawarman meperisteri Putri dari Ta-Lo-Mo (Jawa Barat) dan Melahirkan Maharaja Purnawarman menjadi raja pertama di Kerajan Taruma Negara (Jawa)

Dalam prasasti Yupa juga dijelaskan bahwa, Aswawarman disebut sebagai Dewa Ansuman/Dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta, atau pendiri keluarga raja. Ini menunjukkan bahwa, Asmawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau dinasti dalam Agama Hindu. Sebelum Aswawarman, yang berkuasa di Kutai Martadipura adalah Maharaja Kudungga. Berikut adalah susunan silsilah raja raja kutai martadipura:

1. Maharaja Kudungga
2. Maharaja Aswawarman
3. Maharaja Mulawarman Naladewa
4. Maharaja Sri Warman
5. Maharaja Marawijaya Warman
6. Maharaja Gajayana Warman
7. Maharaja Tungga Warman
8. Maharaja Jayanaga Warman
9. Maharaja Nala Singa Warman
10. Maharaja Nala Perana Tungga
11. Maharaja Gadongga Warmana Dewa
12. Maharaja Indera Warmana Dewa
13. Maharaja Sangga Wirama Dewa
14. Maharaja Singa Wargala Warmana Dewa
15. Maharaja Candera Warman
16. Maharaja Perabu Mula Tungga Dewa
17. Maharaja Nala Indera Dewa
18. Maharaja Indera Mulia Warmana Dewa
19. Maharaja Sri Langka Dewa
20. Maharaja Guna Perana Tungga
21. Maharaja Wijaya Warmana
22. Maharaja Indera Mulia
23. Maharaja Sri Aji Dewa
24. Maharaja Mulia Putera
25. Maharaja Nala Pendita
26. Maharaja Indera Paruta
27. Maharaja Darma Setia

Raja Kutai Martadipura yang terkenal adalah Raja Mulawarman. Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana. Dalam prasasti Yupa dijelaskan bagaimana Raja Mulawarman memberi persembahan emas yang sangat banyak, dan juga sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara. Waprakeswara adalah tempat suci untuk memuja dewa Syiwa. Di pulau Jawa, tanah suci ini disebut Baprakewara. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, maka, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang.

jika salah satu perkiraan pemerintahan rata-rata dari seorang raja di Kutai Martapura 30 tahun, maka raja pertama Martapura akan memerintah sekitar tahun 770 masehi. pada saat yang sama dengan kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha dari Mataram dan Sriwijaya yang ada jawa dan sumatra. ini memungkinkan untuk kemungkinan bahwa kakek Mulawarman,( Kudungga) mewakili transisi dari pra sejarah untuk periode Hindu
Dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah cukup maju. Hal ini bisa dilihat dari prosesi penghinduan (pemberkatan memeluk agama Hindu), atau disebut juga upacara Vratyastoma yang telah dilakukan di kerajaan ini. Upacara Vratyastoma dilaksanakan pertama kalinya di era pemerintahan Aswawarman( Raja Kutai Martadipura kedua).

Pemimpin upacara Vratyastoma, menurut para ahli adalah para pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada masa Mulawarman, kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana pribumi. Keberadaan kaum Brahmana dari penduduk pribumi menunjukkan mereka telah memiliki kemampuan intelektual yang cukup tinggi, sebab untuk menjadi Brahmana mensyaratkan penguasaan bahasa Sanskerta.

Selain itu, dari berbagai benda purbakala yang berhasil ditemukan di Kalimantan Timur, menunjukkan di kawasan tersebut telah eksis suatu komunitas budaya dengan peradaban yang cukup tinggi. Bahkan ada yang memperkirakan eksistensi komunitas budaya ini telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, di masa pra sejarah. Di antara temuan yang sangat menarik adalah goa-goa di Kalimantan Timur, di kawasan Gunung Marang, sekitar 400 kilometer utara Balikpapan.

Dalam goa tersebut, juga ditemukan pecahan-pecahan perkakas tembikar dan sejumlah makam. Goa yang berfungsi sebagai tempat tinggal ini juga dilengkapi dengan hiasan-hiasan atau lukisan purbakala pada dindingnya. Temuan ini diduga berasal dari zaman prasejarah yang telah berusia 10.000 tahun. Ini menunjukkan kawasan ini telah cukup maju. Dalam penggalian lain di situs sejarah Kerajaan Kutai, juga ditemukan berbagai artefak, seperti reruntuhan candi berupa peripih, manik-manik, gerabah, patung perunggu dan keramik yang sangat indah.

Wilayah kekuasaan Kutai Martadipura mencakup wilayah Kalimantan Timur saat ini, terutama daerah aliran Sungai Mahakam. Sementara wilayah kekuasaan Kutai Ing Martadipura, mencakup wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Bontang , Samarinda dan Balikpapan.

Kerajaan Kutai Martapura/ Martadipura (Kutai Mulawarman) sebenarnya nama kerajaan ini awalnya disebut Queitaire (Kutai) oleh Pendatang dan Pedagang awal abad masehi yang datang dari India selatan yang artinya Belantara

Ibukota Kerajaannya bernama Maradavure (Martapura) berada di Pulau Naladwipa dan letaknya di tepi Sungai Mahakam di seberang Persimpangan Sungai Kanan Mudik Mahakam yakni Sungai Kedang Rantau asal nama Kota Muara Kaman sekarang. Hal diatas didasari dari pengkajian jalur pelayaran India, Indo Cina dan Kalimantan yang amat menarik dikaji secara mendalam, maka secara pasti kronologis sejarah ini juga termuat dalam berita jalur perdagangan timbal balik segitiga antar daerah, karena bukan saja dalam berita – berita dari India saja namun berita – berita dari cinapun dapat dijadikan bahan kajian mengenai asal nama Kutai, bahwa dalam hubungan dagang bangsa cina dengan Pulau Silalahi yang berada dibagian timur negeri Cina, dan mereka menyebut pulau tersebut dengan nama Zabudj artinya Kalimantan dan baru diketahui kemudian ada hubungan antara Kerajaan Campa dan Kho-Thay (Kutai) yg berasal dari makna Kerajaan Besar dipedalaman sungai Mahakam. Memang nama Kutai baru dikenal dalam bahasa Melayu, sebutan awalnya menurut berita India adalah Queitaire artinya Belantara dan dalam berita Campa atau Cina disebut Kho-Thay artinya Kota Besar atau Bandar Kerajaan Besar.

Raja Raja Kecil Pada Masa Kerajaan Kutai Martapura


Suku Kutai Pantun adalah suku atau Puak yang paling Tua diantara 5 Suku atau Puak Kutai lainya dan Suku ini mendiami daerah Muara Kaman Kab. Kutai Kartanegara dan sampai Daerah Wahau dan Daerah Muara Ancalong, serta Daerah Muara Bengkal, Daerah Kombeng di dalam wilayah Kab.Kutai Timur sekarang, suku Kutai pantun dapat dikatakan sebagai turunan para bangsawan dan Pembesar di Muara Kaman Sekarang
Perpindahan penduduk dari Campa sebagai buruh tambang Emas yang membangun sistem kesukuan. Sistem ini tidak langsung membentuk wilayah wilayah yang dikepalai oleh seorang Raja Kecil bawahan dari Kemaharajaan Kutai Martapura.

(Suku Dataran atau Dayak Tunjung) dipimpin oleh seorang Kepala Puak Sendawar. Mereka mendiami daerah Melak sampai Barong Tongkok di Kab. Kutai Barat sekarang
Suku Bola Bongan (Suku Darat atau Suku Dayak Benuaq) yang tinggal didaerah Sungai ohong dan menetap disekitar Kec.Bongan. Kab Kutai Barat Sekarang. Suku Dayak Benuaq menyebar hampir kepenjuru pulau Kalimantan mereka merupakan pendatang dari daratan Cina Selatan ras Mongolide yang semula merantau ke Dongson (Vietnam Sekarang).
Bersamaan waktu jalanya pemerintahan Kemaharajaan Queitaire Maradapure, (Kerajaan Kutai di Martapura) banyak negeri bawahan kerajaan ini yg dipimpin oleh Raja Kecil yg dapat disamakan dengan Kepala Negeri setingkat Gubernur sekarang.

Negeri Talikat dan Negeri Daha wilayahnya di Daerah Kota Bangun dan Muara Muntai Sekarang, yang penduduknya merupakan Puak atau suku Kutai Kedang dan Suku Adat Lawas di Keham Dalam. Sedangkan Kutai Kedang Baroh mendiami wilayah Penyinggahan dan Muara Pahu
Negeri Kelekat dipedalaman Sungai Belayan
Negeri Tanjung Gelumbang, Kanibungan, Jantur Tasik, Loa Niung dan Gelumbang Jo, Kumpai Menamang, Bunga Lo.
Negeri wilayah di Sungai Negeri Monggoh, serta lainya. Wilayahnya meliputi pulau Kalimantan daerah Tanah Merah, Sesayap, Batu Salah, Lemuntan, Long Nawan, Sembuan, Hawang Buta, Riwang, Sepaso, Petidan, Batu Putih, Seguntar, Teluk Bayur, Rantau Panjang, Langkap, Tanjung Batu, Tanjung Aru, Tanjung Layar, Palai Hari, Balandean, Paringin, Bongkang, Tanjung Putting, Kaluing, Mendawai, Tanjung Usu, Ma-Benagih, Muara Sepayang, Tami Layang, Pemangkat, Gunung Kaliangkang, Rengkang, Naga Sahe, Balai Karang, Sungai Kukap, Padang Tikar, Sukadana, Tanjung Sambar, Nanga Tayap, Sukaraja, Sungai Seruyan daerah atau negeri-negeri ini kemudian disebut wilayah Negeri Bakulapura yang merupakan wilayah Kekuasaan Maharaja Kutai di Martapura.
Peperangan Pada Masa Kerajaan Kutai Martapura

Prahara peperangan terjadi di Muara Sungai Mahakam, antara Pasukan Batara dari Majapahit dan Perahu Kapal Jong atau Wangkang Naga Cinta yang merupakan para pedagang yang menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan Kutai Martapura di Muara Kaman.

Kekalahan diterima oleh Pasukan Cina yang lari kedaratan dan Menjadi Suku Dayak Basap yang mendiami daerah daratan pesisir pantai Kalimantan Bagian Timur, Bergejolaknya perang diperairan Mahakam tepatnya di Tanjung Riwana yang merupakan Pangkalan atau Pelabuhan Syahbandar transit perdagangan yang merupakan wilayah Kerajaan Kutai Martapura

Jatuhnya Benteng Samsekepeng akibat serangan dari Pasukan pimpinan Raden Kusuma yang adalah adik dari Raden Wijaya Raja Majapahit yg berlainan Ibu ini, mengakibatkan jalur perekonomian dibidang perdagangan antar luar negeri diblokir sehingga Kerajaan Kutai Martapura semakin mengalami kemunduran karena para pedagang hanya melewati jalan Sungai menuju Ibukota Kerajaan Kutai Martapura ( Muara Kaman).
Tempat peperangan antar pasukan Kerajaan Kutai Martapura dan Cina serta Batara dari Majapahit ini diberinama Tanjung Riwana dan Kotanya diberinama Jahitan Layar yang sekarang namanya menjadi Kutai Lama.

atas kemenangan dari Sang Batara ini diperingati sebagai Hari Erau Tempong Tawar Mengulur Naga yang mengandung makna bahwa telah ditenggelamkanya kapal atau Jong Pedagang Cina yang bercorak Naga.

Keberhasilan Sang Batara yang menaklukan 4 wilayah Kerajaan Kutai yakni, Hulu Dusun, Binalu dan Sambaran serta Jahitan Layar maka atas keberhasilan tersebut Raden Kusuma di anugerahi Gelar Aji Batara Agung Dewa Sakti yang bertugas sebagai Batara (Pimpinan Militer) dan merangkap sebagai Mangkubumi setingkat Adipati Wilayah oleh Raja Majapahit dan diwajibkan membayar upeti kepada Kerajaan Majapahit setiap Musim Timur.

Dari nama antara Kerajaan Kutai Martapura di Muara Kaman dan Kesultanan Kutai Kartanegara di Tenggarong, membuat kita lebih dapat memahami bentuk dan teori berdirinya Kerajaan Kutai bahkan sangat jelas bahwa Kerajaan Kutai Martapura ini berada di wilayah pedalaman sungai Mahakam bermula di abad ke 4 M, sedangkan Kesultanan Kutai Kartanegara baru ada dimulai abad ke 13 M, bahkan sejak kurun waktu 14 abad Kerajaan Kutai Martapura di Muara Kaman ini memiliki hak secara De-Jure dan De-Fakto dalam pemerintahan sebagai Negara Berdaulat penuh tanpa pernah menjadi bawahan dari Negara Kerajaan Manapun hal ini berlangsung dari Tahun 350 M-1605 M.

Sebaliknya Kesultanan Kutai Kartanegara ini tidak memiliki hak De-Fakto hanya memiliki hak De-Jure saja hal ini dibuktikan bahwa dinyatakannya dalam tambo bahwa didaerah pesisir pantai Timur Kalimantan dipimpin oleh seorang Batara dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, Batara ini sekaligus sebagai Pimpinan Militer dan Merangkap Hamangkubumi Wilayah setingkat Adipati, yang menguasai daerah Hulu Dusun, Jahitan Layar Sambaran dan Binalu yang dipusatkan di Jahitan Layar dan Batara Tersebut adalah Raden Kusuma pembesar dari Keturunan Raja Singasari.
Aji Batara Agung Dewa Sakti ( Raden Kusuma ) memperisteri anak Seorang Adipati Indu Anjat di Batang Lunang daerah Perian Sekarang. Putri tersebut adalah Keponakan dari Seorang Petinggi Hulu Dusun bernama Babu Jaluma, dan Putri Tersebut anak Dari Serading Dipati bernama Putri Karang Melenu.

Dari Pernikahan Aji Batara Agung Dewa Sakti denga Putri Karang Melenu melahirkan Aji Batara Agung Paduka Nira disebut juga Aji Dalam Tajau, yang dalam tahun 1325 Aji Paduka Nira Menggantikan Aji Batara Agung Dewa Sakti sebagai Batara karena Aji Batara Agung Paduka Nira Berhasil Menaklukan daerah Buntang, Santan, Gunung Kemuning, Pandan Sari, Tanjung Semat, Rinjang, Rihang, Panyuangan, Senawan, Sanga-sanga, Kembang, Sungai Samir, Dondang, Manggar, Tanah Habang, Susuran Dagang, dan Tanah Malang, Pulau Atas, Karang Asam, Karang Mumus, Sambumi, Sembakung, Sabuyutan, Mangku Palas yang semula Negeri Wilayah Kerajaan Kutai Martapura.

Pada Saat itu Aji Batara Agung Paduka Nira berhasil pula melarikan Putri dari Kerajaan Kutai Martapura bernama Putri Indera Perwati Dewi yang merupakan saudari Maharaja Wijaya Warmana.Kemudian Putri Indera Perwati dipersunting oleh Aji Batara Agung Paduka Nira. Putri Indera Perwati Dewi yang merupakan anak Maharaja Guna Perana Tungga diberi Gelar Aji Paduka Suri atau Mahasuri Dibengalon. Pada Tahun 1360 Aji Batara Agung Paduka Nira Meninggal Dunia dan Meninggalkan 7 Orang Putra Putri dari hasil perkawinannya dengan Aji Paduka Suri.

Dan Baru pada tahun 1370 Aji Maharaja Sultan ( Pengganti Aji Batara Agung paduka nira ) datang Menghadap Brawidjaya III (Raja Majapahit) untuk meminta pengakuan diplomatic. Hal ini didukung oleh Anak Pembesar dari Suku Tunjung bernama Puncan Karna yang memperisteri Aji Raja Putri adik dari Aji Maharaja Sultan yang telah membentuk system pemerintahan Dewan Ponco Prabu dan Dewan Perwalian Aji Sapta dan Menamakan Daerahnya Ing Kute Kartanegara.

Kartanegara adalah nama Raja Singasari karena pengabadian pada kerajaannya. Dewan Ponco Prabu adalah Dewan Lima Raja yang mempunyai hak atas mengatur kebijakan dalam roda pemerintahan dibawah naungan Raja Wilwatita yang merupakan Kerajaan Kecil dalam persekutuan Negara Majapahit.

Dewan Ponco Prabu diketuai oleh Aji Maharaja Sakti dan beranggotakan antara lain :
1. Aji Maharaja Sakti,
2. Aji Maharaja Suradiwangsa,
3. Aji Maharaja Indrawangsa dan
4. Aji Maharaja Darmawangsa

adapun Dewan perwalian Aji Sapta yang bertugas dalam menyelenggarakan sidang-sidang di kepalai oleh Aji Maharaja Sakti dan beranggotakan

1. Puncan Karna,
2. Aji Maharaja Suradiwangsa,
3. Aji Maharaja Indrawangsa
4. Aji Maharaja Darmawangsa,
5. Aji Raja Putri dan
6. Aji Dewa Putri.

Dan Sejak itulah kekuasaan Kerajaan Kutai Martapura tidak mendapat pengakuan sebagai wilayah Kerajaan Majapahit. Karena Maharaja Indra Mulia, tidak mau tunduk dan takluk dibawah Kekuasaan Kerajaan Majapahit. Kemudian atas dasar tersebut Kerajaan Kutai Martapura memiliki hak penuh dalam negaranya dikarenakan keinginannya yang keras dalam mempertahankan kedaulatan dan tidak ingin dijajah oleh pihak Majapahit.

Pada Masa kedatangan pedagang pedagang islam yang juga penyiar Agama Islam ( mubaliq) awalnya datang ke Sulawesi, ke kerajaan Goa dan Bone dan terus Nusa Tenggara dan ke Kalimantan melalui jalur Perdagangan. Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan yang bersekutu dengan Kesultanan Demak menyerbu daerah Kutai sehingga secara de-Fakto Kutai menjadi wilayah taklukan Sultan Banjar. Hal ini terjadi, dijaman pemerintahan Aji Raja Mahkota.

Agama Islam terus berkembang di wilayah Kutai. Pemerintahan Kutai harus membayar upeti kepada Sultan Banjar karena telah melepaskan hubungan biletral dengan Kerajaan Majapahit yang sudah melemah oleh Kekuasaan Kesultanan Demak pada jaman Pemerintahan Aji Raja Mahkota. Kemudian Aji Raja Mahkota digelari oleh Mubaliq bernama Datuk Ribadang atau Dato Tunggang Parangan atau Syeikh Abdul Kadir Khotib Tunggal guna menjadi Mufti dan merangkap Qadi pada tahun 1410 M.

Dampak perkembangan agama Islam membuat persaingan ketat antara Kerajaan Kutai Martapura di Muara Kaman dan Kerajaan Kutai Kartanegara di Jahitan Layar ( Kutai Lama ), atas bantuan dari Sultan Banjar dan Penyiar Islam mereka melakukan Kudeta atas Kerajaan Kutai Martapura di Muara Kaman, Kerajaan ini diserang oleh pasukan tentara laut yang dipimpin oleh 3 orang pembesar Kutai Kartanegara antaranya Aji Kijipati Jaya Perana dan Aji Kijipati Senja dan Aji Kijipati Mangkuyuda dan dibantu oleh Hulubalang Labda dan Tuan Kucang mereka menyerbu benteng Kota Martapura yang merupakan pusat peradaban Agama Hindu. Pertempuran ini berlangsung dari tahun 1603 M berakhir pada tahun 1605 M.

Pertempuran ini mengakibatkan Kematian dari Tiga Raja sekali nobat yakni Maharaja Darma setia, Maharaja Setia yuda dan Maharaja Setia Guna, dan penaklukan ini membuat kelumpuhan total sistem pemerintahan Kerajaan Kutai Martapura yang dikemudian hari diketahui bahwa para bangsawan yang selamat banyak melarikan diri ke pedalaman seperti Perian, Lebak Mantan dan Lebak Cilong serta ke Sendawar dan ke Gunung Kombeng di Wahau, karena disitulah banyak ditemukan jejak-jejak peradaban Hindu dan Budha dijaman Kerajaan Kutai Martapura.

Pada saat itulah Kota Martapura ( Muara Kaman) ditempatkan seorang Syeikh Muhammad Suleman yang kawin dengan Putri Niradiah Keturunan Raja Mulawarman di Sabintulung dan buah perkawinan mereka melahirkan Sarifah Kencana. dan Makam mereka inilah dianggap keramat di Muara Kaman.

Pada Jaman itu prahara tetap menimpa Kutai, akibat kudeta Kerajaan kutai Kartanegara yang melumpuhkan pemerintahan Kutai Martapura sehingga pada saat Aji KijiPati Jaya Perana telah menamakan Kerajaan Kutai Martapaura menjadi Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan membuat Kitab Panji Selatan dan Beraja Niti (Maharajaniti) yang merubah Dewan Ponco Prabu dan Aji Sapta dengan Dewan Perwalian terdiri dari Mangkubumi, Perdana Menteri dan Oria Menteri, Kala Menteri dan Asma Menteri, tapi tetap saja kemelut melanda kerajaan ini.

Pada tanggal, 7 Nopember 1635, tujuh buah kapal terdiri dari 5 kapal pemburu dan 2 buah kapal Belanda lainya memasuki Sungai Mahakam dipimpin oleh Kapten Grit Thomassen Pool yang mengusik Kerajaan ini.Dan Baru pada tanggal, 18 Nopember 1635 terjadi perundingan antara Belanda dan Kutai dan isi perundingan tersebut ditulis dalam bahasa Belanda sebagai berikut : “In het vervolg aijk aan de javanen makassaren en andere vreemde handelaarste ontzeggen. De vrije on Belemmerde handel in zijn landen alleen aan de banjareen en nederlaners, met uitsluiting van alleandre natlen te vergunnen.” Perjanjian ini ditandatangani oleh pihak Belanda dan Kutai tertanda Adji Pengeron Cinom Pansegy Anoemdappa Ingh Martadipoera dan Onderkoopman Pieter Pietersz

Perjanjian ini mengalami stage selama 22 tahun karena pada tahun 1638, pasukan Kesultanan Banjar menyerbu benteng VOC dan pada tahun 1668, Sultan Banjar berkenan memberi ijin pada orang Bugis untuk menetap di Kutai. Hal ini terkait dengan permintaan dari Mangkubumi Raja Goa Kraing Patinggalon terhadap Pua Adi yang membangun pemukiman di Mangku Jenang dalam wilayah Kutai.Sumber:
http://srinala.wordpress.com/;
http://kutaihulu.blogspot.com;
www.muarakaman.com;
www.kutaikartanegarakab.go.id;
Journal David Boyce Kota Bangun 1986.


9 komentar:

  1. Fakta Mana Menyebutksn Bahwa Raden Kusuma Itu Adik Dari Raden wijaya Raja Majapahit putra atau putri dari Lembu Tal ..? Baca( http://id.wikipedia.org/wiki/Dyah_Lembu_Tal ) Dan Fakta Mana Yang Menyebutkan Raden Kusuma Itu Pernah Ke wilayah Kutai Sekarang ...? seharusnya kita Jangan Berasumsi dalam Menulis Cerita ,,,!!!!!!!!

    BalasHapus
  2. Bagus+Seru kisahnya :-)
    Ternyata sperti itu, sy jadi tau mengenai sejarah di kaltim..
    Tapi???? Mmm kalau boleh sy mau tau nie penyebabnya secara akurat mengenai penyerangan banjar(kalsel) ke kutai(kaltim) dn mohon disertakan dgn bukti yg sangat tepat :-) *mohonresponnya

    Terimaksih atas artikelnya :-)
    #DemiTuhanKamiBerjanjiRelaBinasaMembelaIbuPertiwi

    BalasHapus
  3. Do you have a spam problem on this blog; I also am a blogger, and I was wanting to know your situation; we have developed some nice
    practices and we are looking to exchange strategies with others, why not shoot me an e-mail if
    interested.

    Feel free to surf to my weblog; lasertest

    BalasHapus
  4. Um deles e' programa de emagrecimento Corpo de 21.

    BalasHapus
  5. Faça isto por volta a 50 chances ao tempo de outra maneira mais.

    BalasHapus
  6. You actually make it seem so easy with your presentation however I to find this topic to be
    actually something that I think I might by no means understand.
    It sort of feels too complex and extremely vast for me.
    I am having a look ahead in your next put up, I'll attempt to get the hold of it!

    BalasHapus
  7. I really like what you guys are up too. This sort of clever work and
    reporting! Keep up the fantastic works guys I've added you guys to blogroll.

    BalasHapus
  8. I really like reading an article that will make men and
    women think. Also, thanks for allowing me to
    comment!

    BalasHapus
  9. I like the helpful information you supply for your articles.
    I'll bookmark your weblog and test once more right here regularly.

    I'm slightly sure I'll be informed many new stuff proper right here!
    Best of luck for the following!

    BalasHapus

Silahkan anda komentar di bawah ini. Saya harap tidak memberikan komentar spam. Jika ada komentar spam dengan sangat terpaksa akan saya hapus.

Buat teman-teman yang ingin tukaran link dengan blog ini saya persilahkan post di kolom komentar ajah

Terimakasih atas perhatiannya.

Hosting Gratis
Powered By Blogger